MITRA MEDAR - Phubbing, Smombie, dan Nomophobia (Bijak Menggunakan Gagdet dan Tantangan Edukasi di Era Digital) oleh : Cucu Agus Hidayat, S.Pd., M.Pd.
Phubbing, Smombie, dan
Nomophobia
(Bijak Menggunakan Gagdet dan Tantangan Edukasi di Era Digital)
oleh :
Cucu Agus Hidayat, S.Pd., M.Pd.
"Didiklah anak-anakmu itu berlainan dengan keadaan kamu
sekarang, karena mereka telah dijadikan oleh Tuhan untuk jaman yang bukan jaman
engkau".
(Umar Bin Khatab).
I
|
ntensitas pemberitaan dampak negatif gadget di berbagai media
massa menjadi inspirasi untuk menghadirkan tulisan sederhana ini. Kemajuan
sains dan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan pada semua
dimensi kehidupan manusia. Graham Bell sekalipun, tidak mengira suatu saat
kemudian, suara dering dari telepon yang diciptakannya (1876) telah mengganggu
aktivitas di akhir masa hidupnya. Bahkan, tidak sedikit warga Amerika yang
hawatir munculnya adiksi dan problem interaksi sosial. Lompatan sains dan
teknologi komunikasi dan informasi kini telah dicapai dengan beragam
produk/perangkat teknologi tinggi oleh Martin Cooper (Handphone), Jan Koum (Whats
App), Markzuckenberg (Facebooks),
dan lain-lain. Mungkin mereka tidak memprediksi masalah sosial, psikologis, dan
medis yang menyusul dari temuannya.
Capaian kemajuan sains dan teknologi menandakan berjalannya
evolusi kehidupan manusia yang mewarnai kebudayaan dan peradaban jaman.
Sejatinya, produk teknologi diciptakan untuk membantu mempermudah dan
menyelesaikan masalah kehidupan manusia. Di sisi lain, teknologi juga mampu
menghadirkan rumpun problema sosial, mental, dan medikal. Tak heran, kini lahir
persimpangan gagasan terkait progrestivitas pada kemajuan dan pragmatisme pada
pemanfaatan produk teknologi. Generasi Z (1995-2012) menjadi subjek empuk
pengguna gadget yang rawan. Generasi sebelumnya, Generasi Y (1977-1994) dan
Generasi X (1966-1975) yang saat ini juga sebagai subjek, berpotensi sama.
Namun, dituntut harus mampu mendidik anak-anaknya untuk bijak menggunakan
gadget dgn memanfaatkan sisi positifnya dan membuang sisi negatifnya. Karena
itu, relevan kiranya kutipan di atas dijadikan bahan refleksi dan kontemplasi.
Frekuensi, intentitas, persepsi fungsi penggunaan gadget yang
tidak bijak dan proporsional, telah menimbulkan masalah sosial, mental, dan
medikal. phubbing dan smombie menjadi salah satu dampaknya. phubbing kependekan dari phone snubbing mengacu pada perilaku
orang yang lebih fokus menggunakan gadget daripada interaksi dengan orang atau
lingkungan sekitar. Istilah phubbing
ditemukan pada 2012 oleh tim perumus dari kalangan pakar bahasa (leksikon,
fonetik), ahli debat, budayawan, dan sosiolog yang berkumpul di Universitas
Sydney Australia. Kata phubbing masuk
dalam "Kamus Macquarie" sebagai kosakata baru dan dalam setahun
istilah tersebut diterima di hampir 180 negara. phubbing dimaknai juga sebagai tindakan acuh/cuai seseorang dalam
sebuah lingkungan karena lebih fokus pada gadget ketimbang berinteraksi satu
arah, dua arah, atau multiarah. Di Indonesia, Pusat Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kemendikbud memadankan istilah phubbing
dengan istilah "mabuk gawai", yaitu sikap cuai atau abai terhadap
lawan bicara atau lingkungan sekitar karena terlalu asyik menggunakan gawai.
Lalu, apa smombie?
Istilah ini kependekan dari smartphone
zombie, sebuah frase yang sebetulnya bisa membuat konotasi tidak sedap bagi
pelakunya. Demi mengidentifikasi perilaku, digunakan istilah tersebut. Smombie adalah orang yang terus-menerus
menggunakan smartphone, handphone, atau gadget ketika sedang berjalan. Atau
pejalan kaki yang memusatkan perhatian pada handphone tanpa memperhatikan
lingkungan sekitar. Di Jerman, istilah smombie
meraih pengakuan dalam "Youth Word of the Year 2015" (kata populer
untuk anak muda tahun 2015). Para smombie
layaknya komunitas, sehingga semua orang yang dianggap _smombie_ disebut
anggota "suku kepala tertunduk".
Dalam terminologi China, " suku kepala tertunduk"
disebut di tou zu. Apabila seseorang
sudah menjadi bagian dari sekian banyak smombie
atau di tou zu, atau "suku
kepala tertunduk", maka disebut juga mu
zhi zu, atau anggota kehormatan "suku jempol", yaitu orang yang
tidak pernah berhenti mengetik pesan di handphone. Di Jepang, terminologi untuk
orang yang lebih lancar menulis pesan di handphone daripada berbicara disebut oyayubizoku, yaitu "klan
jempol".
Karakteristik phubbing
sedikit berbeda dengan _smombie,_ kendati kedua-duanya masuk kategori
"mabuk gawai" atau "kecanduan gadget". phubbing lebih kepada abai saat berinteraksi, sedangkan smombie abai terhadap lingkungan saat
berjalan. Menurut penelitian "Phubbed and Alone" yang dilakukan
Meredith David dan James A. Roberts dari Universitas Baylor di Waco, Texas
Amerika Serikat, saat ini orang mengecek ponsel 150 kali sehari. Perilaku ini
terjadi tidak hanya ketika sedang sendiri, tetapi ketika saat berinteraksi dan
bekerja. Pakar komunikasi dari The Hart Centre Australia, Julie Hart,
menegaskan bahwa phubbing menumpulkan
beberapa faktor dalam hubungan antarpribadi, yaitu tumpulnya kemampuan individu
untuk menyimak, tidak membuka diri pada lawan bicara, tidak paham isi
pembicaraan, dan tidak melibatkan diri dalam percakapan, sehingga lawan bicara
tidak puas dan tidak dihargai.
Phubbing dan smombie melahirkan masalah sosial, mental/psikologis, dan
medis. Secara sosial, phubbing
merusak hubungan sosial pribadi dalam berinteraksi, antara lain : merendahkan
orang lain, cuai/abai/tidak peduli lawan bicara, tidak menghargai lawan bicara,
meremehkan topik pembicaraan, menimbulkan ketidaksukaan lawan bicara akibat
diabaikan, tumpul simpati dan empati, ketersinggungan, dan ketidakpuasan percakapan
yang hambar. Sementara, smombie
menimbulkan anti sosial, keterasingan diri, berkurangnya interaksi pribadi dan
sosial, dan abai akan keselamatan diri. Dari segi mental, kedua-duanya
merupakan kecanduan yang termasuk kategori disorder
due to addictive behavior, yaitu penyakit akibat kecanduan atau
ketergantungan pada gadget dengan ciri : tidak bisa mengendalikan diri,
memprioritaskan gadget untuk berselancar di dunia maya, susah berhenti walau
tahu konsekuensi negatifnya, dan takut kehilangan info tanpa menggunakan handphone. Secara medis, nama penyakit
mabuk gawai ini ialah nomophobia
(no-mobilephone phobia), yaitu kecemasan berlebihan akibat tidak membawa
dan menggunakan handphone. Penyakit
lain muncul akibat mata sering terpapar radiasi yang memancar dari cahaya pada
layar gadget. Selain itu, radiasi dari energi elektrik pada organ tubuh
tertentu.
Di era digital ini, keriuhan percakapan banyak terjadi di dunia
maya, sedikit di dunia realita. Kemajuan sains dan teknologi tidak bisa
dibendung, kebijakan penggunaannya yang menjadi tulang punggung. Dampak negatif
gadget menjadi tantangan bersama. Peran tripusat pendidikan dalam membimbing
anak sangat penting. Sekolah, orang tua, masyarakat harus bersama-sama berperan
meminimalisasi dampak negatif gadget. Kebijakan, regulasi, program sosialisasi
terkait penggunaan gadget diperlukan. Keteladanan, perhatian, pengawasan,
pembimbingan orang tua terhadap anak-anaknya juga diperlukan. Demikian pula
seluruh masyarakat harus bersama-sama lebih bijak memafaatkan gadget untuk
membantu masalah kehidupan, bukan merusak kehidupan. Semoga tidak terjadi
ilustrasi kasus berikut :
"Banyak orang tua yang menjewer anaknya karena telah
merusak HP-nya, tapi belum ada orang tua yang melempar HP-nya karena telah
merusak anaknya."
Semoga bermanfaat.
Referensi dari berbagai sumber.
_Cucu Agus Hidayat, S.Pd., M.Pd._
(Kepala SMPN 1 MANIIS, Pengurus PGRI Kab. Purwakarta, dan Pengurus Komunitas
Literasi Purbasari Disdik Kab. Purwakarta).
0 Response to "MITRA MEDAR - Phubbing, Smombie, dan Nomophobia (Bijak Menggunakan Gagdet dan Tantangan Edukasi di Era Digital) oleh : Cucu Agus Hidayat, S.Pd., M.Pd."
Posting Komentar